Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) resmi disahkan menjadi Undang-Undang. Pengesahan tersebut dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR ke-19 masa sidang IV tahun 2021-2022 serta dipimpin langsung oleh Ketua DPR Puan Maharani, Selasa (12/4).
Rapat paripurna pengesahan RUU TPKS dihadiri total 311 anggota dewan dengan rincian 51 orang hadir secara fisik, 225 orang hadir secara virtual, dan sisanya sebanyak 51 orang tidak hadir izin. Tidak hanya dihadiri oleh anggota dewan, rapat paripurna kali ini juga dihadiri oleh berbagai komunitas dan aktivis perempuan pendukung RUU TPKS.
Rapat pembahasan RUU TPKS sebelumnya digelar secara maraton oleh pemerintah dan DPR. Sepekan sebelum pengesahan, RUU tersebut telah disepakati oleh delapan dari sembilan fraksi di Rapat Pleno pengambilan keputusan tingkat satu di Badan Legislatif (Baleg) DPR, Rabu (6/4) lalu.
Setelah mendengar laporan Baleg terkait pembahasan RUU TPKS, Puan menanyakan persetujuan kepada seluruh fraksi.
“Apakah RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?” tanya Puan, Selasa (12/4).
“Setuju!” jawab peserta sidang kemudian disambut tepuk tangan para peserta sidang.
Tangis haru menyelimuti rapat paripurna kali ini setelah Puan mengetuk palu pengesahan. Pengesahan ini merupakan buah kerja keras yang sudah diperjuangkan sejak tahun 2016 dari berbagai pihak dalam memastikan pembahasan yang berisi. Juga tidak terlepas dari keberanian para korban yang telah menyuarakan dengan berani pengalaman-pengalamannya dalam meraih keadilan, kebenaran, dan mendapatkan masa pemulihan. Hal ini akan menjadi tonggak bersejarah dalam salah satu perjuangan masyarakat, terutama perempuan.
UU TPKS sendiri terdiri dari 8 Bab dan 93 pasal. Di dalamnya terdapat sembilan bentuk kekerasan seksual yang bisa dijerat pidana, yaitu tindak pidana pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik.
Dibandingkan dengan usulan awal, terdapat dua poin yang dihapus, yaitu pemerkosaan dan aborsi. Meskipun dinilai masih belum sempurna, UU TPKS dianggap memiliki beberapa capaian karena berpihak pada korban.
Kini, kita semua perlu mengawal pelaksanaan UU TPKS sehingga dapat mencapai tujuan pembentukannya, juga memastikan perubahan hukum dan kebijakan lain yang relevan dapat segera mengikuti.
Penulis : Saffana Firasya Noor
Editor : Nabilla Mutiara
Referensi Penulisan