Pada 20 Maret 2025, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Namun, pengesahan ini menuai kontroversi, kritik dan penolakan dari berbagai kalangan yang khawatir akan dampaknya terhadap demokrasi dan supremasi sipil di Indonesia.
Poin-Poin Kontroversial dalam Revisi UU TNI
Salah satu perubahan signifikan dalam revisi ini adalah penyesuaian batas usia pensiun prajurit TNI. Pasal 53 ayat (2) menetapkan batas usia pensiun yang bervariasi berdasarkan pangkat dan jabatan:
•Bintara dan tamtama: maksimal 55 tahun
•Perwira hingga pangkat kolonel: maksimal 58 tahun
•Perwira tinggi bintang 1: maksimal 60 tahun
•Perwira tinggi bintang 2: maksimal 61 tahun
•Perwira tinggi bintang 3: maksimal 62 tahun
Selain itu, revisi ini memungkinkan prajurit aktif menduduki jabatan sipil di berbagai kementerian dan lembaga negara. Kebijakan ini memicu kekhawatiran akan kembalinya dwifungsi TNI, sebuah praktik di masa Orde Baru di mana militer memiliki peran ganda dalam urusan sipil dan militer.
Proses Pengesahan yang Menuai Kritik
Proses pengesahan revisi UU TNI juga mendapat sorotan tajam. Sehari sebelum sidang paripurna, pemerintah menggelar rapat tertutup dengan Komisi I DPR RI. Rapat yang berlangsung selama dua jam ini dihadiri oleh Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas, Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono, Wakil Menteri Pertahanan Donny Ermawan Taufanto, dan Wakil Menteri Sekretaris Negara Bambang Eko Suhariyanto. Supratman berdalih pertemuan ini hanya untuk memperbaiki hal teknis tanpa mengubah substansi.
Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU TNI, Utut Adianto, menegaskan bahwa tidak ada unsur dwifungsi dalam revisi ini. “Kami memastikan tak adanya dwifungsi TNI dalam pembahasan revisi UU ini,” ujar utut.
Penolakan Masyarakat dan Demonstrasi
Meskipun demikian, luar gedung DPR, massa aksi menggelar demonstrasi menolak pengesahan revisi UU TNI. Polisi mengerahkan 5.021 personel untuk mengamankan aksi unjuk rasa yang berlangsung di depan Kompleks Parlemen Senayan. Massa bahkan mendirikan tenda di pintu masuk DPR sebagai bentuk protes terhadap keputusan ini.
Kekhawatiran akan kembalinya peran ganda TNI dalam ranah sipil juga disuarakan oleh berbagai organisasi masyarakat sipil. Mereka menilai bahwa penempatan perwira aktif dalam jabatan sipil dapat mengancam prinsip demokrasi dan supremasi sipil yang telah diperjuangkan sejak era reformasi.
Pandangan Media Asing
Pengesahan revisi UU TNI juga mendapat sorotan dari media internasional. Mereka menilai langkah ini kontroversial dan berpotensi mengembalikan pengaruh militer dalam urusan sipil, mengingatkan pada era pemerintahan otoriter di masa lalu.
Dengan berbagai kontroversi dan penolakan yang muncul, pengesahan revisi UU TNI ini menjadi isu penting yang perlu mendapatkan perhatian serius dari semua pihak demi menjaga prinsip demokrasi dan supremasi sipil di Indonesia.
Penulis: Nusiandra Maharani Berliana Vicky
Editor: Nayla Adhwa Maghfira Jamzuri